Latar Belakang
Negara memainkan peran penting dalam
kehidupan ekonomi. Peran itu diwujudkan dalam dua hal pokok, yaitu, kewenangan
negara untuk mengusai sumber ekonomi, Di setiap Negara mempunyai sistem yang
berbeda-beda untuk mengukur pertumbuhan dan mensejahterakan perekonomian
Negara. Dalam kesejahteraan ekonomi terdapat sebuah pengukuran kemakmuran di
setiap Negara, misalnya pendapatan per kapita sebuah Negara sebagai pengukur
kemakmuran. Pendapatan suatu Negara atau disebut juga pendapatan nasional dapat
diartikan sebagai jumlah barang dan jasa yang dihasilkan suatu negara pada
periode tertentu (biasanya satu tahun). Adapun itu terdapat indicator untuk
mengukur pertumbuhan suatu Negara dengan cara mengukur pendapatan perkapita.
Faktanya bahwa pendapatan perkapita terdapat kelemahan.kelemahan tersebut
seperti:
1. Masih
banyaknya kekurangan dalam penghitungan pendapatan perkapita pada suatu negara,
dalam pengukuran kesejahteraan dan pertumbuhan ekonomi negara tersebut hanya
dihitung dari pendapatan riil saja. faktanya banyak cendikiawan ekonomi
mengatakan kurang sempurnanya penghitungan pendapatan perkapita.
2. Kenaikan
pendapatan perkapita yang dihitung sering tidak dibarengi dengan peningkatan
kesejahteraan penduduknya, dari pada itu tidak semua penduduk ikut terhitung
pendapatan pekerjaannya seperti tukang becak, tukang ojek dan pekerjaan selain
PNS.
3. Penghitungan
pendapatan perkapita belum bisa mengukur penyebaran pendapatan individu rumah
tangga. Jika penyebaran pendapatan individu secara nasional bisa dideteksi
secara akurat, maka akan dengan mudah dikenali seberapa besar rakyat yang masih
hidup di bawah garis kemiskinan. Dari pada itu pengitungan tersebut tidak dapat
menjelaskan komposisi dan distribusi nyata dari output per kapita.
4. Penghitungan
pendapatan perkapita belum bisa Mengukur Produksi Di Sektor
Pedesaaan.
fakta yang seharusnya terjadi, pengukuran
pendapatan perkapita harus bisa merata, dan seharusnya ukuran kesejahteraan
ekonomi dalam konsep pengukuran pendapatan perkapita harus mampu menggambarkan
kesejahteraan pada suatu negara secara riil jadi penduduk yang
pekerjaannya seperti angkot becak, ojek dan yang lainnya bisa terhitung.
Apabila perlakuan tersebut dilakukan maka kita tahu seberapa besar
kesejahteraan dalam suatu Negara.
Tujuan Penelitian
Penelitian dalam skripsi ini bertujuan untuk:
1. Secara akademis, untuk menambah pengatahuan di
bidang ekonomi, khususnya konsep kesejahteraan dalam ekonomi. Memberi informasi
lebih bagaimana konsep kesejahteraan dalam ekonomi.
2. Secara praktis, menambah ilmu pengetahuan yang
pasti dalam kesejahteraan. Mengetahui bagaimana konsep kesejahteraan ekonomi
menurut islam yaitu konsep maslahah dan mengambil manfaat apa saja yang bisa
diambil.
Adapun manfaatnya
yaitu:
1. Mengetahui arti dari konsep kesejahteraan
dalam ekonomi islam.
2. Mengetahui analisa konsep kesejahteraan
menurut umer chapra.
Kajian Pustaka
Penelitian tentang “Ekonomi
Maslahah” menerangkan bagaimana jika kita cermati, pro kontra terhadap
keberadaan sejumlah industri, seperti industri miras, yang bahkan memicu debat
publik terhadap peninjauan kembali sejumlah perda miras, pada hakekatnya selalu
berujung pada satu kepentingan, yaitu kepentingan ekonomi. Apapun argumentasi yang dikemukakan, setuju
atau tidak, pada dasarnya yang berbicara adalah kepentingan uang.
Oleh karena itu, penting kiranya bagi kita untuk memahami konsep
maslahah, yang menjadi salah satu pilar penting dalam ekonomi dan bisnis
syariah. Maslahah merupakan sebuah konsep yang berangkat dari tujuan utama
syariat Islam, yang dikenal sebagai maqashid as-syariah. Menurut Imam
As-Syatibi, orientasi utama dari maqashid as-syariah adalah memberikan
perlindungan dan pro-teksi terhadap lima hal, yaitu agama, diri, keturunan,
akal, dan harta. Kelima aspek ini merupakan hal yang sangat fundamen-tal dalam
kehidupan, sehingga kerusakan pada salah satu aspek saja akan menim-bulkan
implikasi negatif yang luar biasa. Implementasi dari maqashid as-syariah ini
menurut Imam Al-Ghazali, membutuhkan pertimbangan maslahah, karena maslahah
memberikan tolok ukur kemanfaatan atau kemadharatan atas sesuatu. Dengan
demikian, maslahah meru-pakan konsideran utama di dalam mengevaluasi nilai
manfaat dan madharat dari kegiatan ekonomi dan bisnis.[1]
Penelitian dengan judul “Mashlahah Sebagai Maqashid
As-syariah” yang bertujuan untuk menjelaskan tujuan akhir
ekonomi Islam adalah sebagaimana tujuan dari syariat Islam itu sendiri
(maqashid asy syari’ah), yaitu mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat
(falah) melalui suatu tata kehidupan yang baik dan terhormat (hayyah
thayyibah). Mewujudkan kesejahteraan hakiki bagi manusia merupakan dasar
sekaligus tujuan utama dari syariat Islam (mashlahah al ibad), karenanya juga
merupakan tujuan ekonomi Islam. Perlindungan terhadap mashlahah terdiri dari 5
(lima) mashlalah, yaitu keimanan (ad-dien), ilmu (al-‘ilm), kehidupan
(an-nafs), harta (al-maal) dan kelangsungan keturunan (an-nash) yang kelimanya
merupakan sarana yang dibutuhkan bagi kelangsungan kehidupan yang baik dan
terhormat. Kesimpulannya Syariat Islam bertujuan memelihara kemaslahatan
manusia sekaligus menghindari mafsadat dan mudharat dari berbagai aspek
kehidupan baik di dunia maupun di akhirat. Ada 5 (Lima) Masahalah dasar sebagai
bagian dari Maqashid Al Syariah yang harus dipelihara yaitu memelihara agama,
jiwa, akal, keturunan dan harta. Kelima hal tersebut merupakan kebutuhan dasar
manusia, yaitu kebutuhan yang mutlak harus dipenuhi agar manusia dapat hidup
bahagia di dunia dan di akhirat. Jika salah satu dari kebutuhan di atas tidak
terpenuhi atau terpenuhi dengan tidak seimbang kebahagiaan hidup juga tidak
tercapai dengan sempurna untuk menuju kesejahteraan yang hakiki.[2]
Penelitian dengan judul “Pemakaian
Maslahah Terhadap Konsep Nilai Masa Uang dalam Sistem Perbankan Islam di
Malaysia” yang menjelaskan tentang sistemperbankan Islam yang
diperkenalkan di Malaysia produk-produk yang ditawarkan oleh institusi
perbankan Islam masih tidak mampu menjadi alternatif yang meyakinkan kepada
kekurangan yang ada dalam sistem perbankan konvensional.. Sudah menjadi kefahaman umat Islam sejagat
bahawa sesuatu sistem itu tidak berubah menjadi Islam semata-mata kerana ianya
diberi nama Islam atau didukung oleh negara umat Islam. Tidak keterlaluan jika
dikatakan bahawa sistem perbankan Islam di Malaysia walau didakwa mendapat
kaguman dan sanjungan yang menggunung tinggi dari negara-negara luar namun
realiti sebenarnya ia masih berada di tahap percubaan dan pengkajian bahkan
masih jauh untuk dikaitkan dengan sistem keuangan Islam yang sejajar dengan maqasid
al-shari’ah.
Usaha-usaha untuk memperbaiki kekurangan
yang sedia ada dalam sistem kewangan Islam perlu dilakukan berterusan dengan
menggabungkan seramai mungkin pakar-pakar di bidang berkenaan dalam
menyelesaikan kemelut riba di Malaysia sehingga sistem kewangan Islam bukan
sahaja dilihat dari sudut keabsahan Syaraknya semata-mata tetapi mampu dirasai
keunggulannya oleh umat Islam sejagat.[3]
Penelitian tentang “Islamic Social Welfare and
the Role of Zakah in the Family System” yang bertujuan untuk
memaparkan kesejahteraan sosial dalam Islam dan peran sosio-ekonomi zakat dalam
sistem keluarga dan efektivitas dalam memerangi kemiskinan dan sosial ancaman
di masyarakat. Makalah ini menegaskan bahwa sistem zakat menyediakan mekanisme
permanen dari dalam ekonomi, untuk terus mentransfer pendapatan dari orang kaya
kepada orang miskin dan benar penilaiannya, segera dikumpulkan dan disalurkan
dengan benar, memainkan peran memecahkan masalah berbahaya seperti kemiskinan,
pengangguran, bencana, utang, dan distribusi pendapatan tidak merata dalam
masyarakat Islam. Makalah ini merekomendasikan bahwa Muslim kaya harus didorong
untuk melaksanakan kewajiban mereka baik melalui sistem terorganisir (jika
tersedia) atau secara individu. Ketika membayar iuran mereka secara pribadi
harus didorong untuk memulai dengan zakat layak anggota keluarga dekat mereka
yang bertuan sebuah kesejahteraan dalam sosial islam.[4]
Penelitian dengan judul “Muslim Perspectives on
Welfare” yang
membahas bagaimana memahami persepsi yang minoritas muslim memiliki
kesejahteraan penyediaan negara Barat, tetapi tujuannya yang lebih luas adalah
untuk mengeksplorasi esensi dan potensi negara kesejahteraan Islam. Model ini
dibangun oleh akademisi kebijakan sosial yang telah memberikan wawasan kedalam
pengaruh agama terhadap berbagai jenis negara yang memiliki kesejahteraan,
tetapi tidak ada model yang dengan khusus untuk memahami tradisi Islam yang
menuju kesejahteraan. Islam
telah menjelaskan dengan sistem Zakat, signifikansinya sebagai salah satu pilar
utama dari iman Islam, dan prinsip-prinsip melalui yang membahas bantuan
kemiskinan dan redistribusi kekayaan. Konsepsi Islam negara dan masyarakat
kemudian dieksplorasi dan cara-cara dimana iman dan budaya Muslim beradaptasi
baik pada tingkat global dan masyarakat. Artikel ini diakhiri dengan beberapa
pernyataan spekulatif tentang ruang lingkup untuk rujukan tara perdebatan Barat
tentang dasar moral bagi kesejahteraan dan perspektif Islam tentang
keadilan sosial.[5]
Penelitian tentang “Pelaksanaan
Bai' Bissaman Ajil di BMT Mitra Lohjinawi Bantul dan Jual Beli pada Mindring
(Studi Tentang Al maslahah Al iqtisodiyah)”, yang menjelaskan Berdasarkan
judul di atas, maka pembiayaan bai' bi s|aman ajil terbukti lebih mendatangkan
kemanfaatan dan kemaslahatan dalam hal ekonomi di bandingkan dengan pembiyaan kredit
pada mendring. Hal ini Senada dengan apa yang menjadi tujuan syar'i dalam
pembuatan hukumnya, yaitu mewujudkan kemaslahatan manusia dengan menjamin
kebutuhan hidup primer (darury), kebutuhan sekunder (hajy) dan kebutuhan
pelengkap (tahsiny) maka BMT harus bisa menjadi alternatif bagi masyarakat
untuk mewujudkan kesejahteraan terutama dalam hal ekonomi. Kaitannya dengan
kebutuhan hidup primer (darury), maka produk bai' bi s|aman ajil yang ada di
BMT Mitra Lohjinawi mampu mandatangkan kemanfaatan dan kemaslahatan dalam hal
ekonomi (al-Maslahah al-Iqtisadiyah).[6]
Penelitian dengan judul “Strategi
Peningkatan Kesejahteraan Ekonomi msyarakat Melaluai Usaha Tambak di Desa
Babalan Demak” yang mempunyai tujuan untuk mengetahui dan
mengkaji strategi peningkatan ekonomi masyarakat melalui usaha tambak dalam
menuju kesejahteraan. Persoalan ini menarik untuk dikaji karena dalam
pemberdayaan ekonomi atau peningkatan kesejahteraan ekonomi, masyarakat tidak
bekerjasama dengan lembaga atau instansi terkait seperti BMT dan yang lainnya
dan yang seharusnya adanya keinginan masyarakat dalam hal peningkatan
kesejahteraan ekonomi sebagaimana diakui dalam islam yaitu memberi hak-hak yang
pasti kepada masyarakat dan menyediakan tata tertib sosialyang menjamin
kesejahteraan sosial bersama dan menghapuskan kemiskinan.[7]
Penelitian tentang “Analisis
Pertumbuhan Ekonomi dan Tingkat Kesejahteraan Menurut Islam di Propinsi Jawa
Timur” yang menerangkan tentang bagaimana mengetahui hubungan
ketimpangan pertumbuhan ekonomi antar daerah di Jawa Timur. Dimana menyangkut
kesejahteraan di propinsi tersebut khususnya kesejahteraan dalam konsep islami.
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai
perbandingan bagaimana untuk mengatasi ketimpangan dalam pertumbuhan ekonomi
antar daerah di jawa timur yang khususnya dalam pencapaian kesejahteraan soial
islami.[8]
Penelitian Dengan
Judul “Penerapan Konsep
Maslahah Mursalah dalam Wakaf (Tinjauan Terhadap Undang-Undang No. 41 Tahun
2004 Tentang Wakaf)”, yang menjelaskan
tentang tinjauan secara khusus terhadap materi-materi dalam undang-undang No.
41 tahun 2004 tentang wakaf yang aplikasinya didasarkan atas maslahat
berdasarkan kaidah-kaidah hukum islam. Sebagaimana telah diketahui, bahwa tujuan
utama persyaratan ajaran-ajaran yang dibawah oleh nabi Muhammad saw, adalah
demi kemaslahatan umat manusia itu sendiri. Jadi tujuan dari ini sendiri yaitu
bagaimana penerapan konsep maslahat yang terdapat dalam undang-undang tentang
wakaf tersebut.[9]
Penelitian dengan judul “Konsep Maslahah Mursalah dalam
Dunia Bisnis dengan Sistem Franchise (Waralaba)”, yang menggambarkan dan
penjelasan kepada masyarakat mengenai alternative memulai bisnis dengan sistem
copy and develop yang dicontohkan oleh usaha waralaba dan banyak sekali sisi
positif/ maslahah yang dapat dipetik dari usaha waralaba ini. Menjelaskan
bagaimana konsep bisnis seperti waralaba yang sesuai dengan maslahah mursalah
dalam ushul fiqh. Mengambil peluang manfaat dari usaha bisnis seperti waralaba
dengan mengkaitkan konsep syariah.[10]
Landasan Teori
A.
Definisi Kesejahteraan
1. Kesejahteraan dalam
Pandangan Dunia
Definisi Kesejahteraan dalam konsep dunia
modern adalah sebuah kondisi dimana seorang dapat memenuhi kebutuhan pokok,
baik itu kebutuhan akan makanan, pakaian, tempat tinggal, air minum yang bersih
serta kesempatan untuk melanjutkan pendidikan dan memiliki pekerjaan yang
memadai yang dapat menunjang kualitas hidupnya sehingga memiliki status sosial
yang mengantarkan pada status sosial yang sama terhadap sesama warga lainnya .
Kalau menurut HAM, maka definisi kesejahteraan kurang lebih berbunyi bahwa
setiap laki laki ataupun perempuan, pemuda dan anak kecil memiliki hak untuk
hidup layak baik dari segi kesehatan, makanan, minuman, perumahan, dan jasa
sosial, jika tidak maka hal tersebut telah melanggar HAM.[11]
2. Kesejahteraan dalam
Pandangan Islam
Pertama,
dilihat dari pengertiannya, sejahtera sebagaimana dikemukakan dalam Kamus Besar
Indonesia adalah aman, sentosa, damai, makmur, dan selamat (terlepas) dari
segala macam gangguan, kesukaran, dan sebagainya. Pengertian ini sejalan dengan
pengertian “Islam” yang berarti selamat, sentosa, aman, dan damai. Dari
pengertiannya ini dapat dipahami bahwa masalah kesejahteraan sosial sejalan
dengan misi Islam itu sendiri. Misi inilah yang sekaligus menjadi misi
kerasulan Nabi Muhammad Saw, sebagaimana dinyatakan dalam ayat yang berbunyi :
“Dan tidaklah Kami mengutus kamu, melainkan untuk
(menjadi) rahmat bagi seluruh alam.” (Q.S. al-anbiyâ’ [21]: 107).
Kedua,
dilihat dari segi kandungannya, terlihat bahwa seluruh aspek ajaran Islam
ternyata selalu terkait dengan masalah kesejahteraan sosial. Hubungan dengan
Allah misalnya, harus dibarengi dengan hubungan dengan sesama manusia (habl min
Allâh wa habl min an-nâs). Demikian pula anjuran beriman selalu diiringi dengan
anjuran melakukan amal saleh, yang di dalamnya termasuk mewujudkan
kesejahteraan sosial. Selanjutnya, ajaran Islam yang pokok (Rukun Islam),
seperti mengucapkan dua kalimat syahadat, shalat, puasa, zakat, dan haji,
sangat berkaitan dengan kesejahteraan sosial.
Ketiga,
upaya mewujudkan kesejahteraan sosial merupakan misi kekhalifahan yang
dilakukan sejak Nabi Adam As. Sebagian pakar, sebegaimana dikemukakan H.M.
Quraish Shihab dalam bukunya Wawasan Al-Quran, menyatakan bahwa kesejahteraan
sosial yang didambakan al-Quran tercermin di Surga yang dihuni oleh Adam dan
isterinya sesaat sebelum mereka turun melaksanakan tugas kekhalifahan di bumi.[12]
Kesejahateraan sosial
dalam islam adalah pilar terpenting dalam keyakinan seorang muslim adalah
kepercayaan bahwa manusia diciptakan oleh Allah SWT. Ia tidak tunduk kepada
siapapun kecuali kepada Allah SWT. (Q.S. Ar-Ra’du:36) dan (Q.S. Luqman: 32).
Ini merupakan dasar bagi piagam kebebasan sosial Islam dari segala bentuk perbudakan.
Menyangkut hal ini, Al-Qur’an dengan tegas menyatakan bahwa tujuan utama dari
misi kenabian Muhammad SAW. adalah melepaskan manusia dari beban dan rantai
yang membelenggunnya (Q.S. Al-A’raaf:157)[13].
Islam mengakui pandangan
universal bahwa kebebasan indiviu merupakan bagian dari kesejahteraan yang
sangat tinggi. Menyangkut masalah kesejahteraan individu dalam kaitannya dengan
masyarakat.
B. Prinsip dan Faktor Kesejahteraan
Maka dapat diambil sebuah
kesimpulan dari penjelasan diatas bahwa prinsip-prinsip kesejahteraan adalah:
1. Kepentingan
masyarakat yang lebih luas harus didahulukan dari kepentingan individu.
2. Melepas
kesulitan harus diprioritaskan dibanding memberi manfaat.
3. Kerugian
yang besar tidak dapat diterima untuk menghilangkan yang lebih kecil. Manfaat
yang lebih besar tidak dapat dikorbankan untuk manfaat yang lebih kecil.
Sebaliknya, hanya yang lebih kecil harus dapat diterima atau diambil untuk
menghindarkan bahaya yang lebih besar, sedangkan manfaat yang lebih kecil dapat
dikorbankan untuk mandapatkan manfaat yang lebih besar.
Kesejahteraan individu dalam kerangka etika
Islam diakui selama tidak bertentangan dengan kepentingan sosial yang lebih
besar atau sepanjang individu itu tidak melangkahi hak-hak orang lain. Jadi
menurut Al-Qur’an kesejahteraan meliputi faktor:
1. Keadilan
dan Persaudaraan Menyeluruh.
2. Nilai-Nilai
Sistem Perekonomian.
3. Keadilan
Distribusi Pendapatan.
C.
Konsep Kesejahteraan Menurut Umer Chapra
Umer
Chapra menggambarkan secara jelas bagaimana eratnya hubungan antara Syariat
Islam dengan kemaslahatan. Ekonomi Islam yang merupakan salah satu bagian dari
Syariat Islam, tujuannya tentu tidak lepas dari tujuan utama Syariat Islam.
Tujuan utama ekonomi Islam adalah merealisasikan tujuan manusia untuk mencapai
kebahagiaan dunia dan akhirat (falah), serta kehidupan yang baik dan terhormat
(al-hayah al-tayyibah).[14] Ini
merupakan definisi kesejahteraan dalam pandangan Islam, yang tentu saja berbeda
secara mendasar dengan pengertian kesejahteraan dalam ekonomi konvensional yang
sekuler dan materialistik.
Secara
terperinci, tujuan ekonomi Islam dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Kesejahteraan
ekonomi adalah tujuan ekonomi yang terpenting. Kesejahteraan ini mencakup
kesejahteraan individu, masyarakat dan negara.
2. Tercukupinya
kebutuhan dasar manusia, meliputi makan, minum, pakaian, tempat tinggal,
kesehatan, pendidikan, keamanan serta system negara yang menjamin terlaksananya
kecukupan kebutuhan dasar secara adil dibidang ekonomi.[15]
3. Penggunaansum
berdaya secara optimal, efisien, efektif, hemat dan tidak mubazir.
4. Distribusi
harta, kekayaan, pendapatan dan hasil pembangunan secara adil dan merata.
5. Menjamin
kebebasan individu.
6. Kesamaanhak
dan peluang.
7. Kerjasama
dan keadilan.
Chapra ingin menegaskan (dengan membuat
pemaparan cukup komprehensif terutama atas dasar dan dengan landasan filosofis
dan teoritis), bahwa umat Islam tidak usah berpaling ke Timur atau ke Barat
dalam mewujudkan kesejahteraan, khususnya dalam bidang ekonomi tetapi berpaling
pada Islam. Dia mengamati bahwa banyak negara-negara Islam atau yang
berpenduduk mayoritas Islam telah mengambil pendekatan pembangunan ekonomi dari
Barat dan Timur, dengan menerapkan system kapitalis, sosialis atau Negara
kesejahteraan.
Chapra menekankan bahwa selama
negara-negara Muslim terus menggunakan strategi kapitalis dan sosialis, mereka
tidak akan mampu, berbuat melebihi negara-negara kapitalis dan sosialis,
mencegah penggunaan sumber-sumber daya yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan
dengan demikian akan ditekan secara otomatis, menjadikannya sulit untuk
merealisasikan maqashid meskipun terjadi pertumbuhan kekayaan.[16]
Sementara itu konsep Negara Sejahtera, yang
mencoba menggabungkan mekanisme harga dengan sejumlah perangkat lainnya.
Terutama pembiayaan kesejahteraan oleh negara untuk menjamin keadilan, pada
mulanya menimbulkan sebuah euphoria[17],
tetapi yang ternyata tidak. Penambahan pengeluaran untuk sektor publik tidak
dibarengi dengan suatu pengurangan ganti rugi dalam klaim-klaim lain atas
sumber-sumber, dengan defisit anggaran yang membengkak meskipun telah
ditetapkan beban pajak yang berat. Keadaan itu menimbulkan pemakaian
sumber-sumber daya semakin memburuk, meningkatkan ketidakseim-bangan internal
dan eksternal. Masalah kemiskinan dan ketercabutan tetap ber-lanjut dan bahkan
semakin dalam. Kebutuhan-kebutuhan tetap tak terpenuhi. Ketidak adilan justru
semakin bertambah. Problem yang dihadapi Negara Sejahtera adalah bagaimana
menghapuskan ketidakseimbangan yang diciptakannya. Sistem ini tidak memiliki
mekanisme filter yang disepakati selain harga untuk mengatur permintaan secara
agregat, dunia hanya bersandar sepenuhnya kepada mekanisme pasar untuk
menghapuskan ketidakseimbangan yang ada.[18]
Out Line
Bab I Pendahuluan:
1. Latar
belakang
2. Rumusan
masalah
3. Tujuan
4. Manfaat
Bab II Kajian Pustaka dan Landasan Teori
1. Kajian
pustaka
2. Landasan
teori
Bab III Metode Penelitian
1. Jenis
Penelitian
2. Sumber
Data
3. Teknik
Pengumpulan Data
Bab IV Tinjauan Umum tentang Konsep Kejahteraan Ekonomi Dalam Perspektif
Islam Menurut Umer Chapra
1. Pengertian Kesejahteraan Menurut Pandangan Dunia
2. Pengertian Kesejahteraan Menurut Pandangan
Islam
3. Faktor-faktor Terjadinya Kesejahteraan
4. Prinsip dan Faktor Kesejahteraan
5. Pemahaman
Konsep Kesejahteraan dalam
Islam
6. Gambaran Umum Masyarakat Islam dengan Jalannya Konsep Kesejahteraan Islam
7. Hubungan
antara Konsep Kesejahteraan Islam dan
Ekonomi dalam Masyarakat
8. Analisa Konsep Kesejahteraan Ekonomi Menurut
Umer Chapra
9. Analisis
Pengaruh Kesejahteraan/ Maslahah terhadap
Ekonomi dan Kehidupan Sosial Masyarakat Menurut Umer Chapra
Bab V Penutup
1. Kesimpulan
2. Saran-saran
3. Penutup
Tidak ada komentar:
Posting Komentar