TUGAS
MAKALAH:
EKONOMI
KEUANGAN DAERAH
“Kemitraan Pemerintah
Daerah Dalam Meningkatakan Pendapatan Daerah”
DI SUSUN OLEH
AWAL PURNAWAN ABDI
STAMBUK: B1A112153
JURUSAN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2014
KATA
PENGANTAR
Puji
dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena berkat limpahanRahmatdanKarunia-Nya
sehingga penulis dapat menyusun makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini
membahas tentang “Kemitraan Pemerintah Daerah Dalam
Meningkatkan Pendapatan Daerah”
Dalam
penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat tantangan dan hambatan akan tetapi
dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi. Olehnya itu,
penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang
telah membantu dalam penyusunan makalah ini, semoga bantuannya mendapat balasan
yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa.
Penulis
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan
maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca sangat penulis harapkan untuk
penyempurnaan makalah selanjutnya.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR……………………………………………………………………………i
DAFTAR
ISI……………………………………………………………………………………..ii
BAB
I PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang………………………………….……………………………………………..1
1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………………..…………………3
1.3 Tujuan………………………………………………………………………………………....3
1.4 Ruang Lingkup………………………………………………………………………………...3
BAB
II PEMBAHASAN
2.1
Teori-Teori Tentang Pendapatan Daerah……………………………………..……………….4
2.2 Sumber – Sumber Pendapatan Daerah…………………….………………………………….4
2.2.1 Pendapatan Asli Daerah……………………………………………………………..5
2.2.2 Dana
Perimbangan………………………………………………………………...6
2.2.3 Lain-lain Pendapatan
yang sah……………………………………………………...6
2.3 Mitra Pemerintah
Daerah Dalam Meningkatakan Pendapatan Daerah……………………….7
2.3.1 Prinsip Kerja Sama Daerah.........................................................................................7
2.3.2 Beberapa Hambatan
Kerjasama Daerah...................................................................10
2.4 Bentuk-Bentuk
Mitra Pemerintah Daerah Dalam Meningkatkan Pendapatan Daerah............11
2.5 Tujuan
Mitra Pemerintah Daerah ............................................................................................13
BAB III PENUTUP
3.1
Kesimpulan..............................................................................................................................14
3.2
Saran........................................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Sistem pemerintahan Republik Indonesia mengatur asas
desentralisasi, dekosentrasi dan tugas pembantuan yang dilaksanakan secara bersama-sama.
Untuk mewujudkan pelaksanaan asas
desentralisasi tersebut maka dibentuklah daerah otonom yang terbagi
dalam daerah provinsi, daerah kabupaten dan daerah kota yang bersifat otonom
sesuai dengan ketentuan pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999.
Menurut pasal 1 huruf 1 dalam Undang-Undang tersebut dirumuskan bahwa: “Daerah
Otonom”, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang
mempunyai batas daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat
dalam ikatan negara kesatuan Republik Indonesia.
Pengertian daerah otonom dimaksud agar daerah yang
bersangkutan dapat berkembang sesuai dengan kemampuannya sendiri yang tidak
bergantung kepada pemerintah pusat, oleh karena itu daerah otonom harus
mempunyai kemampuan sendiri untuk mengurus dan mengatur rumah tangganya sendiri
melalui sumber-sumber pendapatan yang dimiliki. Hal ini meliputi semua kekayaan
yang dikuasai oleh daerah dengan batas-batas kewenangan yang ada dan
selanjutnya digunakan untuk membiayai semua kebutuhan dalam rangka
penyelenggaraan urusan rumah tangganya sendiri.
Jadi, agar daerah
dapat menjalankan kewajibannya dengan sebaik-baiknya perlu ada sumber
pendapatan daerah, sesuai dengan apa yang dikatakan Soedjito yaitu : “Semakin
besar keuangan daerah, semakin besar pulalah kemampuan daerah untuk
menyelenggarakan usaha-usahanya dalam bidang keamanan, ketertiban umum, sosial,
kebudayaan dan kesejahteraan pada umumnya bagi wilayah dan penduduknya, atau
dengan kata lain semakin besarlah kemampuan daerah untuk memberikan pelayanan
umum kepada masyarakat.
1
Maka daerah otonom diharapkan mempunyai pendapatan sendiri
untuk membiayai penyelenggaraan urusan rumah tangganya, hal ini sejalan dengan
pendapat Pamudji yang menyatakan : pemerintahan daerah tak dapat melaksanakan
fungsinya dengan efektif dan efisien tanpa biaya yang cukup untuk memberikan
pelayanan dan pembangunan, keuangan inilah merupakan salah satu dasar kriteria
untuk mengetahui secara nyata kemampuan daerah dalam mengurus rumah tangganya
sendiri.
Pendapat diatas didukung juga oleh D.J. Mamesah: “Keuangan
daerah adalah semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian
pula segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan
kekayaan daerah sepanjang belum dimiliki / dikuasai oleh negara atau daerah
yang lebih tinggi serta pihak-pihak lain sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Ada berbagai keharusan daerah agar peningkatan
kesejahteraan masyarakat terwujud sebagaimana tertuang dalam Undang-undang
Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, salah satunya adalah bahwa
daerah harus menjamin keserasian hubungan antara daerah dengan daerah lainnya, artinya
daerah dituntut untuk mampu membangun kerjasama antar daerah untuk meningkatkan
kesejahteraan bersama dan mencegah ketimpangan antar daerah serta perselisihan
antar daerah dalam koridor keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kerja sama daerah merupakan wahana dan sarana untuk lebih
memantapkan hubungan dan keterikatan daerah yang satu dengan daerah yang lain
dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia, menyerasikan pembangunan
daerah, mensinergikan potensi antar daerah dan/atau dengan pihak ketiga serta
meningkatkan pertukaran pengetahuan, teknologi dan kapasitas fiscal. Melalui
kerja sama daerah juga diharapkan dapat mengurangi kesenjangan daerah dalam
penyediaan pelayanan umum khususnya yang ada di wilayah terpencil, perbatasan
antar daerah dan daerah tertinggal sebagaimana dimaksudkan PP Nomor 50 tahun
2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Daerah. Intinya daerah harus
memiliki inisiatif untuk membaca potensi daerahnya -sebagaimana urusan wajib
maupun pilihan yang telah menjadi kewenangannya- yang dapat dikembangkan
melalui kerjasama daerah dan/atau pihak ketiga yang pada hakikatnya demi
peningkatan kesejahteraan masyarakat.
2
Inisiatif Pemerintah Daerah untuk melaksanakan kerjasama
bahkan telah diprakarsai sebelum ditetapkannya PP nomor 50 tahun 2007, artinya
dengan hanya mempedomani Undang-undang nomor 32 tahun 2004, daerah telah
berinisiatif untuk melakukan perjanjian kerjasama dengan daerah lainnya
dan/atau pihak ketiga oleh karena desakan hati nurani untuk segera
mensejahterakan masyarakatnya.
1.2
Rumusan Masalah
1. Apa saja yang termasuk sumber –
sumber pendapatan daerah ?
2. Bagaimana mitra pemerintah daerah dalam
meningkatkan pendapatan daerah ?
3. Bagaimana
bentuk-bentuk mitra pemerintah daerah dalam meningkatkan pendapatan daerah ?
4. Apa tujuan mitra
pemerintah daerah dalam meningkatkan pendapatan daerah ?
1.3
Tujuan
1. Untuk mengetahui
sumber- sumber pendapatan daerah
2. untuk memahami mitra
pemerintah daerah dalam meningkatkan pendapatan daerah dengan harapan untuk
mencapai kesejahteraan masyarakat.
3. Untuk memahami
adanya bentuk mitra pemerintah daerah dengan pihak lain dalam meningkatkan
pendapatan daerah.
4. Agar mampu memahami
tujuan dari kemitraan pemerintah dengan daerah lainnya
1.4
Ruang Lingkup
Makalah ini memfokuskan pada kemitraan pemerintah daerah
dalam meningkatkan pendapatan daerah. Oleh
karena luasnya cakupan makalah, maka makalah ini memfokuskan pada sumber-sumber
pendapatan daerah, bentuk-bentuk mitra pemerintah daerah dengan daerah lain
dalam meningkatkan pendapatan daerah dengan tujuan untuk mencapai kesejahteraan
masyarakat serta prinsip-prinsip kemitraan dengan daerah lain untuk membangun
kerja sama yang saling menguntungkan.
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Teori-Teori Tentang Pendapatan Daerah
Pendapatan daerah pada dasarnya merupakan penerimaan daerah dalam
bentuk peningkatan aktiva atau penurunan utang dari berbagai sumber dalam
periode tahun anggaran yang bersangkutan.
Menurut Indra Bastian dan Gatot Soepriyanto (2002:82-82) mengungkap
bahwa pendapatan daerah adalah arus masuk bruto manfaat ekonomi yang timbul
dari aktivitas pemerintah satu periode yang mengakibatkan kenaikan ekuitas dan
bukan berasal dari pinjaman yang harus dikembalikan.
Sedangkan menurit Abdul Halim (2002:66) pendapatan adalah penambahan
dalam manfaat ekonomi selama periode akuntansi dalam bentuk arus masuk atau
peningkatan aset/aktiva, atau pengurangan utang/kewajiban yang mengakibatkan
penambahan dana yang berasal dari kontribusi dana.
Menurut UU RI No. 32 Tahun 2001 tentang Pemerintah Daerah pasal 1 ayat
15 pengertian pendapatan daerah yaitu: “ pendapatan daerah adalah semua hak
daerah yang diakui sebagai penambahan nilai kekayaan bersih dalam periode tahun
anggaran yang bersangkutan.”
2.2
Sumber
– Sumber Pendapatan Daerah
Maka sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku yaitu UU RI
No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah pasal 157, sumber-sumber pendapatan
daerah dapat dikelompokan sebagai berikut:
1.Pendpatan Asli
Daerah.
·
Hasil pajak daerah
·
Hasil retribusi daerah
·
Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan
·
Lain-lain PAD yang sah
4
2.
Dana Perimbangan,
yaitu:
·
Bagi hasil pajak atau
bagi hasil bukan pajak
·
Dana alokasi umum
·
Dana alokasi khusus
·
Bagi hasil pajak dan
Bantuan keuangan dari propinsi
3.
Lain-lain pendapatan
daerah yang sah
2.2.1 Pendapatan Asli Daerah
Menurut UU RI No.33 Tahun 2004
tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan Daerah penjelasan
pasal 1 ayat 28, menyatakan tentang pengertian Pendapatan Asli Daerah yaitu:
“pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah
sesuai dengan peraturan perundang-undangan”. Sedangkan menurut Indra Bastian
(2002:83) mengemukakan bahwa : “ pendapatan Asli Daerah adalah semua pendapatan
yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah”.
Kelompok PAD diklarifikasikan 4 jenis:
Kelompok PAD diklarifikasikan 4 jenis:
Ø Pajak Daerah ( contoh: Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor,
Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, Pajak Air.
Ø Retribusi Daerah ( seperti: Retribusi Pelayanan Kesehatan, Retribusi Pemakaian Kekayaan
Daerah, Retribusi Pasar Grosir dan Pertokoan, Retribusi kelebihan Muatan,
Retribusi Perizinan Pelayanan dan pengendalian.)
Ø Bagian Laba Perusahaan
Daerah dan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Lainnya yang dipisahkan ( seperti : Bagian laba Bank Pembangunan Daerah (BPD), Bagian Laba
Perusahaan Daerah, dan Bagi hasil investasi pada pihak ketiga.
Ø Lain-lain PAD ( yaitu semua yang bukan berasal dari pajak, retribusi dan laba usaha
daerah, antara lain: hasil penjualan barang milik daerah, penerimaan jasa giro,
penerimaan ganti rugi atas kekayaan daerah, denda keterlambatan pelaksanaan
pekerjaan, penerimaan bunga deposit.
5
2.2.2
Dana Perimbangan
Dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang
dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi.” ( UU RI No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Daerah pasal 1 ayat 19).
Menurut Indra Bastian dan Gatot Soepriyanto (2002:84) mengemukakan bahwa
kelompok dana perimbangan adalah:
Ø Bagi hasil pajak seperti: Pajak Bumi dan
Bangunan ( PBB) , Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan ( BPHTB).
Ø Bagi Hasil Bukan Pajak seperti : Sumber
Dana daya Hutan, Pemberian atas Hak Tanah Negara, Penerimaan iuran eksplorasi.
Ø Dana Alokasi Khusus adalah perimbangan
dalam rangka untuk membiayai kebutuhan tertentu.
Ø Dana perimbangan dari propinsi adalah
dana perimbangan dalam pemerintah kabupaten/kota yang berasal dari pemerintah
propinsi.
2.2.3 Lain-lain Pendapatan yang sah
Menurut UU RI No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah pada bagian penjelasan pasal 3 ayat 4 menyatakan
bahwa : Lain-lain pendapatan yang sah antara lain: hibah, dana darurat, dan
penerimaan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku”,
6
2.3
Mitra Pemerintah Daerah Dalam Meningkatakan Pendapatan Daerah
2.3.1 Prinsip Kerja Sama Daerah
Pelaksanaan
kerjasama daerah sebagaimana PP nomor 50/2007 harus memenuhi Prinsip-prinsip
sebagai berikut :
a. efisiensi; adalah upaya pemerintah
daerah melalui kerja sama untuk menekan biaya guna memperoleh suatu hasil
tertentu atau menggunakan biaya yang sama tetapi dapat mencapai hasil yang
maksimal.
b. efektivitas; adalah upaya pemerintah
daerah melalui kerja sama untuk mendorong pemanfaatan sumber daya para pihak
secara optimal dan bertanggungjawab untuk kesejahteraan masyarakat.
c. sinergi; adalah upaya untuk
terwujudnya harmoni antara pemerintah, masyarakat dan swasta untuk melakukan
kerja sama demi terwujudnya kesejahteraan masyarakat.
d. saling menguntungkan; adalah
pelaksanaan kerja sama harus dapat memberikan keuntungan bagi masing-masing
pihak dan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat.
e. kesepakatan bersama; adalah
persetujuan para pihak untuk melakukan kerja sama
f. itikad baik; adalah kemauan para
pihak untuk secara sungguh-sungguh melaksanakan kerja sama.
g. mengutamakan kepentingan nasional
dan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; adalah seluruh
pelaksanaan kerja sama daerah harus dapat memberikan dampak positif terhadap
upaya mewujudkan kemakmuran, kesejahteraan masyarakat dan memperkokoh Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
h. persamaan kedudukan; adalah
persamaan dalam kesederajatan dan kedudukan hukum bagi para pihak yang
melakukan kerja sama daerah.
7
i. transparansi; adalah adanya proses
keterbukaan dalam kerja sama daerah.
j. keadilan; adalah adanya persamaan
hak dan kewajiban serta perlakuan para pihak dalam melaksanakan kerja sama
daerah.
k. kepastian hukum; adalah bahwa kerja
sama yang dilakukan dapat mengikat secara hukum bagi para pihak yang melakukan
kerja sama daerah.
Prinsip-prinsip tersebut di atas juga merupakan pedoman
bagi DPRD dalam pemeriksaan terhadap rancangan kerjasama daerah yang
pembiayaannya akan membebani anggaran APBD tahun berjalan. Bila rancangan
kerjasama daerah tersebut tidak memenuhi prinsip-prinsip kerjasama, maka DPRD
dapat mengembalikan rancangan kerjasama dengan memberikan saran dan masukan
penyempurnaan rancangan perjanjian kerjasama kepada kepala daerah. Dan
selanjutnya rancangan yang disempurnakan tersebut dapat disetujui DPRD untuk
ditandatangani Kepala Daerah. Namun yang menjadi permasalahan yakni ketika
masing-masing DPRD pada daerah yang melakukan kerjasama memiliki persepsi yang
berbeda dalam memahami prinsip yang terkandung pada rancangan Perjanjian
kerjasama tersebut walaupun masing-masing kepala daerah telah saling memahami
terhadap isi perjanjian. Hal ini tentu tidak dapat dihindari sebagai sesuatu
yang dapat dimaklumi, untuk itu diperlukan kearifan bagi masing-masing daerah
untuk lebih melihat tujuan kerjasama dari pada mempertahankan egoisme
masing-masing daerah.
8
Contoh daerah otonom yang melakukan mitra dengan daerah
lain dengan tujuan untuk meningkatkan pendapatan daerah serta kesejahteraan
masyarakat:
Pemerintah Daerah Propinsi Sumatra Barat juga mampu memfasilitasi
penjajakan hubungan kerjasama antara Bupati dan Walikota di Sumatera Barat
melalui kesepakatan bersama tentang Kerjasama Antar Pemerintah Daerah dalam
rangka peningkatan kapasitas ruas jalan dari Duku sampai batas Riau, serta
melaksanakan pengembangan kerjasama daerah Kabupaten/ Kota melalui rencana
pengembangan kawasan perbatasan Kabupaten/Kota se-SumateraBarat, yang telah
ditandatangani di Padang pada tanggal 13 Juni 2005. Kepala daerah terkait itu
adalah Bupati Padang Pariaman, Tanah Datar, Agam, 50 Kota, Walikota Padang
Panjang, Bukittinggi dan Payakumbuh.
Berbagai inisiatif kerjasama oleh masing-masing kepala
daerah seperti mengoperasikan kembali Kereta Api Wisata antara Pemerintah Kota
Pariaman, Kabupaten Padang Pariaman dan Kota Padang dengan melibatkan pihak
Ketiga yakni PT KAI yang dioperasikan pada tanggal 15 Februari 2007, mengenai
pembiayaan operasional ditanggung oleh ketiga daerah hingga mencapai 100 juta
perbulannya. Selanjutnya ada juga kerjasama antara Departemen Hukum dan HAM dengan
Pemerintah Kota Sawahlunto untuk mendirikan Panti Rehabilitasi NARKOBA, serta
masih banyak lagi daerah yang berinisiatif untuk memulai memprakarsai kerjasama
daerah-daerah maupun dengan pihak ketiga. Namun pada intinya dalam melakukan
kerjasama perlu dipedomani prinsip-prinsip kerjasama daerah agar tujuan yang
dicapai benar-benar memberikan manfaat bagi daerah masing-masing.
9
2.3.2 Beberapa Hambatan
Kerjasama Daerah
Beberapa hambatan yang mengakibatkan belum optimalnya
dilaksanakan kerjasama daerah adalah :
- Belum tergalinya potensi yang dimiliki oleh daerah, sehingga daerah belum mengenal sejauhmana kemampuan daerahnya dalam memanfaatkan potensi yang dimiliki.
- Pemerintah daerah belum memahami urusan-urusan yang menjadi kewenangannya yang dapat dijadikan objek kerjasama, dan subjek yang akan diajak melakukan kerjasama serta manfaat yang didapatkan sebagai hasil dari kerjasama.
- Egoisme kedaerahan yang selalu ingin mendominasi dan merasa sebagai daerah yang lebih superior sehingga beranggapan tidak perlunya kerjasama dengan daerah lain, toh permasalahan dapat diselesaikan secara internal daerahnya sendiri.
- Ketakutan akan justru terjadinya konflik antar daerah atau perselisihan dan kerugian bila hasil kerjasama ternyata melenceng dari harapan.
- Political will maupun produk hukum yang dibuat oleh kepala daerah dan DPRD yang tidak sejalan dengan semangat kerjasama daerah.
Mengatasi kebuntuan akan pelaksanaan kerjasama daerah,
maka pemerintah melalui PP 50/2007 memberikan acuan jelas mengenai pelaksanaan
kerjasama daerah yakni sebagai berikut :
1. Kerjasama
daerah harus dituangkan dalam bentuk perjanjian kerjasama dengan memperhatikan
prinsip-prinsip kerjasama.
2. Salah
satu kepala daerah dapat memprakarsai kerjasama dan selanjutnya membuat sebuah
rancangan perjanjian kerjasama yang memuat antara lain : subjek kerja sama, objek kerja sama, ruang lingkup kerja sama, hak dan
kewajiban para pihak, jangka waktu kerja sama, pengakhiran kerja sama, keadaan
memaksa dan penyelesaian perselisihan.
3. Rencana kerjasama daerah yang membebani daerah dan masyarakat harus
mendapat persetujuan dari DPRD apabila biaya belum teranggarkan dalam APBD
tahun berjalan.
10
4. Kerjasama daerah yang dilakukan dalam satu propinsi terjadi perselisihan
dapat diselesaikan dengan cara musyawarah ataupun melalui keputusan gubernur.
5. Kerjasama daerah tidak berakhir karena pergantian kepala daerah, artinya
bahwa kerjasama darah dilaksanakan sesuai dengan kesepakatan jangka waktu yang
diatur dalam perjanjian kerjasama dan tidak terpengaruh oleh adanya pergantian
kepala daerah.
6. Masing-masing kepala daerah yang terkait dapat membentuk Badan Kerjasama
daerah secara bersama dalam hal membantu kepala daerah melaksanakan kerjasama
daerah yang membutuhkan waktu paling sedikit lima tahun, dengan pembiayaan
ditanggung bersama sesuai perjanjian kerjasama. Namun Badan kerjasama bukan
termasuk perangkat daerah atau di luar Pemerintah daerah.
2.4 Bentuk-Bentuk Mitra Pemerintah
Daerah Dalam Meningkatkan Pendapatan Daerah
Berdasarkan pasal 28 pada PP nomor 50/2007 hanya mengatur
hubungan teknis pelaksanaan kerjasama daerah dalam lingkup kesepakatan antara
gubernur dengan gubernur atau gubernur dengan bupati/walikota atau antara
bupati/walikota dengan bupati/walikota yang lain, dan atau gubernur,
bupati/walikota dengan pihak ketiga.
Adapun bentuk
mitra pemerintah daerah:
1.
Pemerintah daerah dengan pihak
investasi
Contonya
: Sebuah perusahaan Future Green
Human (FGH Group) asal Korea Selatan menandatangani nota perjanjian kerja sama
dengan Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara (Pemprov. Sultra) dalam
pengelolaan sektor pertambangan, khususnya tambang emas.
Selain tambang emas, gubernur
menawarkan perusahaan Korea itu untuk mengelola sejumlah potensi tambang
seperti nikel, aspal Buton serta sektor perkebunan dan perikanan yang kini
potensinya masih cukup besar di Sultra.
11
2.
Pemerintah daerah dengan bupati
Contohnya: kerja sama gurbernur
sultra dengan bupati kolaka dalam sektor pertanian, di mana kolaka di jadikan
sebagai potensi lumbung kedelai.
3.
Pemerintah daerah dengan swasta
Dengan beberapa prinsip:
1.
Prinsip Kontrak Pelayanan, Operasi
dan Perawatan
2.
Prinsip BOT
3.
Prinsip Konsesi
4.
Prinsip Joint Venture
5.
Prinsip Community-Based Provision
4.
Kerja sama Pemerintah dengan pemerintah lainnya
Contohnya: Penandatanganan Perjanjian Kerjasama
Bidang Penanaman Modal antara Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah dan
Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Sulawesi Tenggara dengan Badan Penanaman
Modal Provinsi Jawa Timur.
Di harapkan dari Perjanjian Kerjasama
ini akan dapat mengembangkan sinergitas potensi dan peluang penanaman modal
antara Provinsi Sulawesi Tenggara dan Provinsi Jawa Timur dengan menyajikan
data informasi secara terpadu guna promosi investasi serta fasilitasi peningkatan
kerjasama dunia usaha dan peningkatan kapasitas sumberdaya manusia. Hal ini
juga sebagai realisasi tindaklanjut meneruskan tradisi hubungan antara Jawa
Timur dan Sulawesi Tenggara yang telah aktif terjalin baik terutama dalam
perdagangan.
12
2.5 Tujuan Mitra Pemerintah Daerah
Dalam melaksanakan suatu kerjasama antara dua pihak atau
lebih harus diperhitungkan hasil atau manfaat yang didapatkan dari hubungan
kerjasama tersebut. Adapun tujuan dari mitra pemerintah daerah adalah sebagai
berikut:
1.
Untuk meningkatkan pendapatan
masing-masing daerah.
2.
Untuk menciptakan peluang tenaga kerja.
3.
Untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
4.
Dapat mengurangi pengangguran
5.
Dapat meningkatkan mutu serta kualitas
sumber daya yang ada serta sumber daya manusia yang berkualitas
6.
Dapat meningkatkan kualitas pendidikan
serta pelayanan publik dan pelayanan kesehatan yang memadai.
7.
Dapat menciptakan peluang bisnis dan
iklim investasi.
13
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dengan mengacu
dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, salah
satunya adalah bahwa daerah harus menjamin keserasian hubungan antara daerah
dengan daerah lainnya, artinya daerah dituntut untuk mampu membangun kerjasama
antar daerah untuk meningkatkan kesejahteraan bersama dan mencegah ketimpangan
antar daerah serta perselisihan antar daerah.
Kerjasama
daerah juga merupakan solusi atas masalah beban pembiayaan yang begitu berat
bagi suatu daerah, sehingga pembiayaan dan resiko dapat ditanggung oleh daerah
yang melakukan kerjasama menjadi lebih ringan.
Kemudian,
kerjasama antar daerah dengan melakukan perjanjian dalam membangun serta
mamajukan sistem perekonomian adalah proses kinerja yang mengharapkan kesejahteraan
masyarakat di masing-masing daerah.
Adapun bentuk
kerja sama yang di lakukan yaitu masing-masing daerah mengalokasikan sektor
unggulan agar terciptanya produktivitas tenaga kerja serta penyerapan tenaga
kerja dan merupakan sumber pendapatan daerah.
Kepentingan
daerah yang paling umum sebagai alasan dilakukannya kerja sama adalah untuk
peningkatan Pendapatan Asli Daerah (uang), selain jasa maupun barang/asset,
selain itu daerah juga berkepentingan agar dalam membangun sarana dan prasarana
publik di daerahnya akan semakin terkonsolidasi.
3.2 Saran
Sebagai
pemerintah yang memegang peranan dalam sebuah kebijakan harus mampu
mengalokasikan sumber daya yang dimiliki dan mampu bekerja sama dengan daerah
lain yang memiliki sektor unggulan dengan tujuan menciptakan adanya pertumbuhan
ekonomi dan sebagai sumber pendapatan daerah . selain itu, dalam kemitraannya
benar-benar di rasakan oleh rakyat dan mengarah pada kebutuhan masyarakat,
khusunya di wilayah sulawesi tenggara.
14
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Yani. 2004. Hubungan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Jakarta : PT
Raja Grafindo Persada.
Deddy Supriady Bratakusumah &
Dadang Solihin. 2004. Otonomi Penyelenggaran Pemerintahan Daerah.
Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
Rozali Abdullah. 2007. Pelaksanaan
Otonomi Luas dengan Pemilihan Kepala Daerah Secara Langsung. Jakarta : PT
Raja Grasindo.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagaimana telah diamandemen dengan Undang-Undang Nomor
12 Tahun 2008 Tentang Pemerintahan Daerah
Ruang-Lingkup-Keuangan-Daerah ( diakses 17 Oktober 2012)
http://www.keuangandaerah.net/
(diakses 17 Oktober 2012)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar