Selasa, 24 Februari 2015

EKONOMI KEUANGAN DAERAH MAKALAH



TUGAS MAKALAH:
                                                EKONOMI KEUANGAN DAERAH
 “Kemitraan Pemerintah Daerah Dalam Meningkatakan Pendapatan Daerah”

                                                                                                                         

                                                                       
                                                              


               DI SUSUN OLEH 
AWAL PURNAWAN ABDI
STAMBUK: B1A112153

JURUSAN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2014
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena berkat limpahanRahmatdanKarunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini membahas tentang  “Kemitraan Pemerintah Daerah Dalam Meningkatkan Pendapatan Daerah”
Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat tantangan dan hambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi. Olehnya itu, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini, semoga bantuannya mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.





Kendari,  Desember 2014

                                                                                                             Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………………………………i
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………..ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang………………………………….……………………………………………..1
1.2  Rumusan Masalah…………………………………………………………..…………………3
1.3  Tujuan………………………………………………………………………………………....3
1.4  Ruang Lingkup………………………………………………………………………………...3
BAB II PEMBAHASAN
2.1  Teori-Teori Tentang Pendapatan Daerah……………………………………..……………….4
2.2  Sumber – Sumber Pendapatan Daerah…………………….………………………………….4
2.2.1 Pendapatan Asli Daerah……………………………………………………………..5
2.2.2    Dana Perimbangan………………………………………………………………...6
2.2.3 Lain-lain Pendapatan yang sah……………………………………………………...6
2.3 Mitra Pemerintah Daerah Dalam Meningkatakan Pendapatan Daerah……………………….7
2.3.1 Prinsip Kerja Sama Daerah.........................................................................................7
2.3.2 Beberapa Hambatan Kerjasama Daerah...................................................................10
2.4 Bentuk-Bentuk Mitra Pemerintah Daerah Dalam Meningkatkan Pendapatan Daerah............11
2.5 Tujuan Mitra Pemerintah Daerah ............................................................................................13


BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan..............................................................................................................................14
3.2 Saran........................................................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA














                                                                       ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1       Latar Belakang
Sistem pemerintahan Republik Indonesia mengatur asas desentralisasi, dekosentrasi dan tugas pembantuan yang dilaksanakan secara bersama-sama. Untuk mewujudkan pelaksanaan asas  desentralisasi tersebut maka dibentuklah daerah otonom yang terbagi dalam daerah provinsi, daerah kabupaten dan daerah kota yang bersifat otonom sesuai dengan ketentuan pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999. Menurut pasal 1 huruf 1 dalam Undang-Undang tersebut dirumuskan bahwa: “Daerah Otonom”, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan negara kesatuan Republik Indonesia.

Pengertian daerah otonom dimaksud agar daerah yang bersangkutan dapat berkembang sesuai dengan kemampuannya sendiri yang tidak bergantung kepada pemerintah pusat, oleh karena itu daerah otonom harus mempunyai kemampuan sendiri untuk mengurus dan mengatur rumah tangganya sendiri melalui sumber-sumber pendapatan yang dimiliki. Hal ini meliputi semua kekayaan yang dikuasai oleh daerah dengan batas-batas kewenangan yang ada dan selanjutnya digunakan untuk membiayai semua kebutuhan dalam rangka penyelenggaraan urusan rumah tangganya sendiri.

Jadi, agar  daerah dapat menjalankan kewajibannya dengan sebaik-baiknya perlu ada sumber pendapatan daerah, sesuai dengan apa yang dikatakan Soedjito yaitu : “Semakin besar keuangan daerah, semakin besar pulalah kemampuan daerah untuk menyelenggarakan usaha-usahanya dalam bidang keamanan, ketertiban umum, sosial, kebudayaan dan kesejahteraan pada umumnya bagi wilayah dan penduduknya, atau dengan kata lain semakin besarlah kemampuan daerah untuk memberikan pelayanan umum kepada masyarakat.


                                                                                                                                              1
Maka daerah otonom diharapkan mempunyai pendapatan sendiri untuk membiayai penyelenggaraan urusan rumah tangganya, hal ini sejalan dengan pendapat Pamudji yang menyatakan : pemerintahan daerah tak dapat melaksanakan fungsinya dengan efektif dan efisien tanpa biaya yang cukup untuk memberikan pelayanan dan pembangunan, keuangan inilah merupakan salah satu dasar kriteria untuk mengetahui secara nyata kemampuan daerah dalam mengurus rumah tangganya sendiri.

Pendapat diatas didukung juga oleh D.J. Mamesah: “Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah sepanjang belum dimiliki / dikuasai oleh negara atau daerah yang lebih tinggi serta pihak-pihak lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ada berbagai keharusan daerah agar peningkatan kesejahteraan masyarakat terwujud sebagaimana tertuang dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, salah satunya adalah bahwa daerah harus menjamin keserasian hubungan antara daerah dengan daerah lainnya, artinya daerah dituntut untuk mampu membangun kerjasama antar daerah untuk meningkatkan kesejahteraan bersama dan mencegah ketimpangan antar daerah serta perselisihan antar daerah dalam koridor keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kerja sama daerah merupakan wahana dan sarana untuk lebih memantapkan hubungan dan keterikatan daerah yang satu dengan daerah yang lain dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia, menyerasikan pembangunan daerah, mensinergikan potensi antar daerah dan/atau dengan pihak ketiga serta meningkatkan pertukaran pengetahuan, teknologi dan kapasitas fiscal. Melalui kerja sama daerah juga diharapkan dapat mengurangi kesenjangan daerah dalam penyediaan pelayanan umum khususnya yang ada di wilayah terpencil, perbatasan antar daerah dan daerah tertinggal sebagaimana dimaksudkan PP Nomor 50 tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Daerah. Intinya daerah harus memiliki inisiatif untuk membaca potensi daerahnya -sebagaimana urusan wajib maupun pilihan yang telah menjadi kewenangannya- yang dapat dikembangkan melalui kerjasama daerah dan/atau pihak ketiga yang pada hakikatnya demi peningkatan kesejahteraan masyarakat.                                                                                                                                                                                                            2
Inisiatif Pemerintah Daerah untuk melaksanakan kerjasama bahkan telah diprakarsai sebelum ditetapkannya PP nomor 50 tahun 2007, artinya dengan hanya mempedomani Undang-undang nomor 32 tahun 2004, daerah telah berinisiatif untuk melakukan perjanjian kerjasama dengan daerah lainnya dan/atau pihak ketiga oleh karena desakan hati nurani untuk segera mensejahterakan masyarakatnya.
1.2 Rumusan Masalah
1.  Apa saja yang termasuk sumber – sumber pendapatan daerah ?
2.  Bagaimana mitra pemerintah daerah dalam meningkatkan pendapatan daerah ?
3. Bagaimana bentuk-bentuk mitra pemerintah daerah dalam meningkatkan pendapatan daerah ?
4. Apa tujuan mitra pemerintah daerah dalam meningkatkan pendapatan daerah ?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui sumber- sumber pendapatan daerah
2. untuk memahami mitra pemerintah daerah dalam meningkatkan pendapatan daerah dengan harapan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat.
3. Untuk memahami adanya bentuk mitra pemerintah daerah dengan pihak lain dalam meningkatkan pendapatan daerah.
4. Agar mampu memahami tujuan dari kemitraan pemerintah dengan daerah lainnya
1.4 Ruang Lingkup
            Makalah ini memfokuskan pada kemitraan pemerintah daerah dalam meningkatkan pendapatan daerah. Oleh karena luasnya cakupan makalah, maka makalah ini memfokuskan pada sumber-sumber pendapatan daerah, bentuk-bentuk mitra pemerintah daerah dengan daerah lain dalam meningkatkan pendapatan daerah dengan tujuan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat serta prinsip-prinsip kemitraan dengan daerah lain untuk membangun kerja sama yang saling menguntungkan.
                                                                                                                                                          3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Teori-Teori Tentang Pendapatan Daerah
Pendapatan daerah pada dasarnya merupakan penerimaan daerah dalam bentuk peningkatan aktiva atau penurunan utang dari berbagai sumber dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan.
Menurut Indra Bastian dan Gatot Soepriyanto (2002:82-82) mengungkap bahwa pendapatan daerah adalah arus masuk bruto manfaat ekonomi yang timbul dari aktivitas pemerintah satu periode yang mengakibatkan kenaikan ekuitas dan bukan berasal dari pinjaman yang harus dikembalikan.
Sedangkan menurit Abdul Halim (2002:66) pendapatan adalah penambahan dalam manfaat ekonomi selama periode akuntansi dalam bentuk arus masuk atau peningkatan aset/aktiva, atau pengurangan utang/kewajiban yang mengakibatkan penambahan dana yang berasal dari kontribusi dana.
Menurut UU RI No. 32 Tahun 2001 tentang Pemerintah Daerah pasal 1 ayat 15 pengertian pendapatan daerah yaitu: “ pendapatan daerah adalah semua hak daerah yang diakui sebagai penambahan nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan.”
2.2  Sumber – Sumber Pendapatan Daerah
            Maka sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku yaitu UU RI No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah pasal 157, sumber-sumber pendapatan daerah dapat dikelompokan sebagai berikut:
1.Pendpatan Asli Daerah.
·         Hasil pajak daerah
·         Hasil retribusi daerah
·         Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan
·         Lain-lain PAD yang sah


          4
2.             Dana Perimbangan, yaitu:
·         Bagi hasil pajak atau bagi hasil bukan pajak    
·         Dana alokasi umum
·         Dana alokasi khusus
·         Bagi hasil pajak dan Bantuan keuangan dari propinsi
3.             Lain-lain pendapatan daerah yang sah

2.2.1 Pendapatan Asli Daerah
            Menurut  UU RI No.33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan Daerah penjelasan pasal 1 ayat 28, menyatakan tentang pengertian Pendapatan Asli Daerah yaitu: “pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan”. Sedangkan menurut Indra Bastian (2002:83) mengemukakan bahwa : “ pendapatan Asli Daerah adalah semua pendapatan yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah”.
Kelompok PAD  diklarifikasikan 4 jenis:
Ø    Pajak Daerah ( contoh: Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, Pajak Air.
Ø    Retribusi Daerah ( seperti: Retribusi Pelayanan Kesehatan, Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah, Retribusi Pasar Grosir dan Pertokoan, Retribusi kelebihan Muatan, Retribusi Perizinan Pelayanan dan pengendalian.)
Ø    Bagian Laba Perusahaan Daerah dan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Lainnya yang dipisahkan ( seperti : Bagian laba Bank Pembangunan Daerah (BPD), Bagian Laba Perusahaan Daerah, dan Bagi hasil investasi pada pihak ketiga.
Ø    Lain-lain PAD ( yaitu semua yang bukan berasal dari pajak, retribusi dan laba usaha daerah, antara lain: hasil penjualan barang milik daerah, penerimaan jasa giro, penerimaan ganti rugi atas kekayaan daerah, denda keterlambatan pelaksanaan pekerjaan, penerimaan bunga deposit.


                                                                                                                                                                      5
2.2.2 Dana Perimbangan
Dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.” ( UU RI No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah pasal 1 ayat 19).
Menurut Indra Bastian dan Gatot Soepriyanto (2002:84) mengemukakan bahwa kelompok dana perimbangan adalah:
Ø  Bagi hasil pajak seperti: Pajak Bumi dan Bangunan ( PBB) , Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan ( BPHTB).
Ø  Bagi Hasil Bukan Pajak seperti : Sumber Dana daya Hutan, Pemberian atas Hak Tanah Negara, Penerimaan iuran eksplorasi.
Ø  Dana Alokasi Khusus adalah perimbangan dalam rangka untuk membiayai kebutuhan tertentu.
Ø  Dana perimbangan dari propinsi adalah dana perimbangan dalam pemerintah kabupaten/kota yang berasal dari pemerintah propinsi.

2.2.3 Lain-lain Pendapatan yang sah
Menurut UU RI No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah pada bagian penjelasan pasal 3 ayat 4 menyatakan bahwa : Lain-lain pendapatan yang sah antara lain: hibah, dana darurat, dan penerimaan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku”,






          6
2.3 Mitra Pemerintah Daerah Dalam Meningkatakan Pendapatan Daerah
2.3.1 Prinsip Kerja Sama Daerah
Pelaksanaan kerjasama daerah sebagaimana PP nomor 50/2007 harus memenuhi Prinsip-prinsip sebagai berikut :
a. efisiensi; adalah upaya pemerintah daerah melalui kerja sama untuk menekan biaya guna memperoleh suatu hasil tertentu atau menggunakan biaya yang sama tetapi dapat mencapai hasil yang maksimal.
b. efektivitas; adalah upaya pemerintah daerah melalui kerja sama untuk mendorong pemanfaatan sumber daya para pihak secara optimal dan bertanggungjawab untuk kesejahteraan masyarakat.
c. sinergi; adalah upaya untuk terwujudnya harmoni antara pemerintah, masyarakat dan swasta untuk melakukan kerja sama demi terwujudnya kesejahteraan masyarakat.
d. saling menguntungkan; adalah pelaksanaan kerja sama harus dapat memberikan keuntungan bagi masing-masing pihak dan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat.
e. kesepakatan bersama; adalah persetujuan para pihak untuk melakukan kerja sama
f. itikad baik; adalah kemauan para pihak untuk secara sungguh-sungguh melaksanakan kerja sama.
g. mengutamakan kepentingan nasional dan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; adalah seluruh pelaksanaan kerja sama daerah harus dapat memberikan dampak positif terhadap upaya mewujudkan kemakmuran, kesejahteraan masyarakat dan memperkokoh Negara Kesatuan Republik Indonesia.
h. persamaan kedudukan; adalah persamaan dalam kesederajatan dan kedudukan hukum bagi para pihak yang melakukan kerja sama daerah.
          7
i. transparansi; adalah adanya proses keterbukaan dalam kerja sama daerah.
j. keadilan; adalah adanya persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan para pihak dalam melaksanakan kerja sama daerah.
k. kepastian hukum; adalah bahwa kerja sama yang dilakukan dapat mengikat secara hukum bagi para pihak yang melakukan kerja sama daerah.
Prinsip-prinsip tersebut di atas juga merupakan pedoman bagi DPRD dalam pemeriksaan terhadap rancangan kerjasama daerah yang pembiayaannya akan membebani anggaran APBD tahun berjalan. Bila rancangan kerjasama daerah tersebut tidak memenuhi prinsip-prinsip kerjasama, maka DPRD dapat mengembalikan rancangan kerjasama dengan memberikan saran dan masukan penyempurnaan rancangan perjanjian kerjasama kepada kepala daerah. Dan selanjutnya rancangan yang disempurnakan tersebut dapat disetujui DPRD untuk ditandatangani Kepala Daerah. Namun yang menjadi permasalahan yakni ketika masing-masing DPRD pada daerah yang melakukan kerjasama memiliki persepsi yang berbeda dalam memahami prinsip yang terkandung pada rancangan Perjanjian kerjasama tersebut walaupun masing-masing kepala daerah telah saling memahami terhadap isi perjanjian. Hal ini tentu tidak dapat dihindari sebagai sesuatu yang dapat dimaklumi, untuk itu diperlukan kearifan bagi masing-masing daerah untuk lebih melihat tujuan kerjasama dari pada mempertahankan egoisme masing-masing daerah.






          8
Contoh daerah otonom yang melakukan mitra dengan daerah lain dengan tujuan untuk meningkatkan pendapatan daerah serta kesejahteraan masyarakat:
Pemerintah Daerah Propinsi Sumatra Barat juga mampu memfasilitasi penjajakan hubungan kerjasama antara Bupati dan Walikota di Sumatera Barat melalui kesepakatan bersama tentang Kerjasama Antar Pemerintah Daerah dalam rangka peningkatan kapasitas ruas jalan dari Duku sampai batas Riau, serta melaksanakan pengembangan kerjasama daerah Kabupaten/ Kota melalui rencana pengembangan kawasan perbatasan Kabupaten/Kota se-SumateraBarat, yang telah ditandatangani di Padang pada tanggal 13 Juni 2005. Kepala daerah terkait itu adalah Bupati Padang Pariaman, Tanah Datar, Agam, 50 Kota, Walikota Padang Panjang, Bukittinggi dan Payakumbuh.
Berbagai inisiatif kerjasama oleh masing-masing kepala daerah seperti mengoperasikan kembali Kereta Api Wisata antara Pemerintah Kota Pariaman, Kabupaten Padang Pariaman dan Kota Padang dengan melibatkan pihak Ketiga yakni PT KAI yang dioperasikan pada tanggal 15 Februari 2007, mengenai pembiayaan operasional ditanggung oleh ketiga daerah hingga mencapai 100 juta perbulannya. Selanjutnya ada juga kerjasama antara Departemen Hukum dan HAM dengan Pemerintah Kota Sawahlunto untuk mendirikan Panti Rehabilitasi NARKOBA, serta masih banyak lagi daerah yang berinisiatif untuk memulai memprakarsai kerjasama daerah-daerah maupun dengan pihak ketiga. Namun pada intinya dalam melakukan kerjasama perlu dipedomani prinsip-prinsip kerjasama daerah agar tujuan yang dicapai benar-benar memberikan manfaat bagi daerah masing-masing.





          9
2.3.2 Beberapa Hambatan Kerjasama Daerah
Beberapa hambatan yang mengakibatkan belum optimalnya dilaksanakan kerjasama daerah adalah :
  1. Belum tergalinya potensi yang dimiliki oleh daerah, sehingga daerah belum mengenal sejauhmana kemampuan daerahnya dalam memanfaatkan potensi yang dimiliki.
  2. Pemerintah daerah belum memahami urusan-urusan yang menjadi kewenangannya yang dapat dijadikan objek kerjasama, dan subjek yang akan diajak melakukan kerjasama serta manfaat yang didapatkan sebagai hasil dari kerjasama.
  3. Egoisme kedaerahan yang selalu ingin mendominasi dan merasa sebagai daerah yang lebih superior sehingga beranggapan tidak perlunya kerjasama dengan daerah lain, toh permasalahan dapat diselesaikan secara internal daerahnya sendiri.
  4. Ketakutan akan justru terjadinya konflik antar daerah atau perselisihan dan kerugian bila hasil kerjasama ternyata melenceng dari harapan.
  5. Political will maupun produk hukum yang dibuat oleh kepala daerah dan DPRD yang tidak sejalan dengan semangat kerjasama daerah.
Mengatasi kebuntuan akan pelaksanaan kerjasama daerah, maka pemerintah melalui PP 50/2007 memberikan acuan jelas mengenai pelaksanaan kerjasama daerah yakni sebagai berikut :
1. Kerjasama daerah harus dituangkan dalam bentuk perjanjian kerjasama dengan memperhatikan prinsip-prinsip kerjasama.
2. Salah satu kepala daerah dapat memprakarsai kerjasama dan selanjutnya membuat sebuah rancangan perjanjian kerjasama yang memuat antara lain : subjek kerja sama, objek kerja sama, ruang lingkup kerja sama, hak dan kewajiban para pihak, jangka waktu kerja sama, pengakhiran kerja sama, keadaan memaksa dan penyelesaian perselisihan.
3. Rencana kerjasama daerah yang membebani daerah dan masyarakat harus mendapat persetujuan dari DPRD apabila biaya belum teranggarkan dalam APBD tahun berjalan.
        10
4. Kerjasama daerah yang dilakukan dalam satu propinsi terjadi perselisihan dapat diselesaikan dengan cara musyawarah ataupun melalui keputusan gubernur.
5. Kerjasama daerah tidak berakhir karena pergantian kepala daerah, artinya bahwa kerjasama darah dilaksanakan sesuai dengan kesepakatan jangka waktu yang diatur dalam perjanjian kerjasama dan tidak terpengaruh oleh adanya pergantian kepala daerah.
6. Masing-masing kepala daerah yang terkait dapat membentuk Badan Kerjasama daerah secara bersama dalam hal membantu kepala daerah melaksanakan kerjasama daerah yang membutuhkan waktu paling sedikit lima tahun, dengan pembiayaan ditanggung bersama sesuai perjanjian kerjasama. Namun Badan kerjasama bukan termasuk perangkat daerah atau di luar Pemerintah daerah.
2.4 Bentuk-Bentuk Mitra Pemerintah Daerah Dalam Meningkatkan Pendapatan Daerah
Berdasarkan pasal 28 pada PP nomor 50/2007 hanya mengatur hubungan teknis pelaksanaan kerjasama daerah dalam lingkup kesepakatan antara gubernur dengan gubernur atau gubernur dengan bupati/walikota atau antara bupati/walikota dengan bupati/walikota yang lain, dan atau gubernur, bupati/walikota dengan pihak ketiga.
Adapun bentuk mitra pemerintah daerah:
1.                  Pemerintah daerah dengan pihak investasi
            Contonya : Sebuah perusahaan Future Green Human (FGH Group) asal Korea Selatan menandatangani nota perjanjian kerja sama dengan Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara (Pemprov. Sultra) dalam pengelolaan sektor pertambangan, khususnya tambang emas.
            Selain tambang emas, gubernur menawarkan perusahaan Korea itu untuk mengelola sejumlah potensi tambang seperti nikel, aspal Buton serta sektor perkebunan dan perikanan yang kini potensinya masih cukup besar di Sultra.

                                                                                                                                                        11
2.                  Pemerintah daerah dengan bupati
            Contohnya: kerja sama gurbernur sultra dengan bupati kolaka dalam sektor pertanian, di mana kolaka di jadikan sebagai potensi lumbung kedelai.
3.                  Pemerintah daerah dengan swasta
            Dengan beberapa prinsip:
1.      Prinsip Kontrak Pelayanan, Operasi dan Perawatan
2.       Prinsip BOT
3.       Prinsip Konsesi
4.       Prinsip Joint Venture
5.       Prinsip Community-Based Provision
4.                  Kerja sama Pemerintah dengan pemerintah lainnya
            Contohnya: Penandatanganan Perjanjian Kerjasama Bidang Penanaman Modal antara Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Sulawesi Tenggara dengan Badan Penanaman Modal Provinsi Jawa Timur.
            Di harapkan dari Perjanjian Kerjasama ini akan dapat mengembangkan sinergitas potensi dan peluang penanaman modal antara Provinsi Sulawesi Tenggara dan Provinsi Jawa Timur dengan menyajikan data informasi secara terpadu guna promosi investasi serta fasilitasi peningkatan kerjasama dunia usaha dan peningkatan kapasitas sumberdaya manusia. Hal ini juga sebagai realisasi tindaklanjut meneruskan tradisi hubungan antara Jawa Timur dan Sulawesi Tenggara yang telah aktif terjalin baik terutama dalam perdagangan.



                                                                                                                                                        12
2.5 Tujuan Mitra Pemerintah Daerah
Dalam melaksanakan suatu kerjasama antara dua pihak atau lebih harus diperhitungkan hasil atau manfaat yang didapatkan dari hubungan kerjasama tersebut. Adapun tujuan dari mitra pemerintah daerah adalah sebagai berikut:
1.      Untuk meningkatkan pendapatan masing-masing daerah.
2.      Untuk menciptakan peluang tenaga kerja.
3.      Untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
4.      Dapat mengurangi pengangguran
5.      Dapat meningkatkan mutu serta kualitas sumber daya yang ada serta sumber daya manusia yang berkualitas
6.      Dapat meningkatkan kualitas pendidikan serta pelayanan publik dan pelayanan kesehatan yang memadai.
7.      Dapat menciptakan peluang bisnis dan iklim investasi.









        13
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dengan mengacu dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, salah satunya adalah bahwa daerah harus menjamin keserasian hubungan antara daerah dengan daerah lainnya, artinya daerah dituntut untuk mampu membangun kerjasama antar daerah untuk meningkatkan kesejahteraan bersama dan mencegah ketimpangan antar daerah serta perselisihan antar daerah.
Kerjasama daerah juga merupakan solusi atas masalah beban pembiayaan yang begitu berat bagi suatu daerah, sehingga pembiayaan dan resiko dapat ditanggung oleh daerah yang melakukan kerjasama menjadi lebih ringan.
Kemudian, kerjasama antar daerah dengan melakukan perjanjian dalam membangun serta mamajukan sistem perekonomian adalah proses kinerja yang mengharapkan kesejahteraan masyarakat di masing-masing daerah.
Adapun bentuk kerja sama yang di lakukan yaitu masing-masing daerah mengalokasikan sektor unggulan agar terciptanya produktivitas tenaga kerja serta penyerapan tenaga kerja dan merupakan sumber pendapatan daerah.
Kepentingan daerah yang paling umum sebagai alasan dilakukannya kerja sama adalah untuk peningkatan Pendapatan Asli Daerah (uang), selain jasa maupun barang/asset, selain itu daerah juga berkepentingan agar dalam membangun sarana dan prasarana publik di daerahnya akan semakin terkonsolidasi.
3.2 Saran
            Sebagai pemerintah yang memegang peranan dalam sebuah kebijakan harus mampu mengalokasikan sumber daya yang dimiliki dan mampu bekerja sama dengan daerah lain yang memiliki sektor unggulan dengan tujuan menciptakan adanya pertumbuhan ekonomi dan sebagai sumber pendapatan daerah . selain itu, dalam kemitraannya benar-benar di rasakan oleh rakyat dan mengarah pada kebutuhan masyarakat, khusunya di wilayah sulawesi tenggara.
        14
DAFTAR PUSTAKA
 Ahmad Yani. 2004Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
 Deddy Supriady Bratakusumah & Dadang Solihin. 2004. Otonomi Penyelenggaran Pemerintahan Daerah. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.

Rozali Abdullah. 2007. Pelaksanaan Otonomi Luas dengan Pemilihan Kepala Daerah Secara Langsung. Jakarta : PT Raja Grasindo.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagaimana telah diamandemen dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Pemerintahan Daerah

Ruang-Lingkup-Keuangan-Daerah ( diakses 17 Oktober 2012)

http://www.keuangandaerah.net/ (diakses 17 Oktober 2012)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar